1 Juni atau 18 Agustus?
Sidang
resmi Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
dilaksanakan pada 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945. Sebelumnya pada tanggal 28
Mei, diadakan pembukaan dan pelantikan panitia BPUPKI.
Sidang
yang bertujuan untuk membahas bentuk
negara Indonesia, filsafat negara “Indonesia Merdeka” dan merumuskan dasar
negara ini dibuka oleh pernyataan Mr. M. Yamin, kemudian diikuti oleh pernyataan
dari Dr. Soepomo. Pada awal Juni 1945, peserta sidang bertanya-tanya tentang dasar
dari negara “Indonesia Merdeka”, “negara “Indonesia Merdeka” yang kita bangun
itu, apa dasarnya?”.
Maka pada
1 Juni 1945, pertanyaan itu dijawab oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya yang
berjudul “Pancasila, Lima Sila.” Inti dari pidato yang menjawab pertanyaan dari
peserta sidang antara lain:
- Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan
- Mufakat atau Demokrasi
- Kesejahteraan Sosial
- Ketuhanan Yang Maha Esa
Pidato
yang panjangnya kurang-lebih satu jam diterima oleh antusias peserta rapat yang
kemudian secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat. Jadi,
pemikiran tentang Pancasila yang dikemukakan oleh Bung Karno terjadi pada
tanggal 1 Juni 1945, 72 tahun silam yang dikemukakan di gedung Chuo Sangi In
(gedung Volksraad) yang berlokasi di jalan Pejambon 6, Jakarta.
Sidang berakhir
pada 1 Juni 1945, namun BPUPKI belum berhasil merumuskan Pancasila sebagai
dasar negara. Pada tanggal 22 Juni 1945 dibentuk panitia kecil yang beranggotakan
9 orang: Bung Karno, Bung Hatta, Mr. A.
A. Maramis, Abdulkahar Muzakir, Agus Salim, Ahmad Soebardjo, Wahid Hasyim, dan Mr.
M. Yamin yang kemudian dikenal dengan Panitia 9. Dalam sidangnya, Panitia 9
berhasil menyusun sebuah konsep naskah yang disebut Piagam Jakarta, yang
didalamnya memuat Pancasila sebagai hasil sidang yang disepakati. Pancasila yang
terumus dalam Piagam Jakarta adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab
3. Persatuan
Indonesia
4. Kerakyatan
yang dipimpin dalam hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sehari
setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada 18 Agustus 1945 disahkan
Undang-Undang Dasar 1945. Di dalam pembukaan UUD 1945, tercantum dasar negara
yang disebut Pancasila. Jadi, Pancasila disahkan sebagai dasar negara pada 18
Agustus 1945. Namun setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila
merujuk pada pernyataan pemikiran Bung Karno yang terjadi pada sidang BPUPKI 1
Juni 1945.
Wasiat Yang Diberikan Bung Hatta Kepada Anak Sulung Bung Karno.
Dua
tahun sebelum Bung Hatta meninggal dunia, beliau memberikan wasiat kepada putra
pertama Bung Karno, Guntur Soekarnoputra mengenai peran Bung Karno pada sidang
BPUPKI pertengahan tahun 1945. Bung Hatta berkata, bahwa Bung Karno lah
penggagas Pancasila, Bung Karno orang yang menemukan Pancasila, Pancasila bersumber
dari pemikiran Bung Karno. Beliau berani menyatakan demikian karena beliau
merupakan saksi sejarah yang masih hidup pada saat itu (tahun 1978). Bung Hatta
memberikan wasiat seperti ini kepada Guntur karena beliau melihat semakin
tipisnya fakta yang beredar di masyarakat mengenai penemu Pancasila karena
iklim politik yang terjadi di Indonesia saat itu. Bung Hatta menulis surat
wasiat ini pada Juli 1978.
Juga,
Bung Hatta mengatakan bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar yang sudah
menjadi satu dokumen dan diterima oleh PPKI hanya mengalami sedikit perubahan. Yang
dirubah adalah 7 perkataan dibelakang Ketuhanan, “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Bung Hatta berkata “Sungguhpun 7
perkataan itu hanya mengenai penduduk yang beragama Islam saja,
pemimpin-pemimpin umat Kristen di Indonesia Timur berkeberatan, kalau 7 kata
itu dibiarkan saja, sebab tertulis dalam pokok dari pada dasar negara kita,
sehingga menimbulkan kesan, seolah-olah dibedakan warga Negara yang beragama
Islam dan bukan Islam.”
Selamat Hari Lahir Pancasila!
Referensi:
- Cindy Adams. “Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat.”
- Dr. Deliar Noer. “Mohammad Hatta, Hati Nurani Bangsa.”
- Meutia Hatta, Gemala Hatta, Halida Hatta. “Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya.”
- Mohammad Hatta. “Untuk Negeriku (Jilid III), Menuju Gerbang Kemerdekaan.”
Ayuni Hanifati
FISIP Unpad 2014

